Pyongyang terus menguji rudal balistik padahal uji coba ini sangat bertentangan dengan larangan PBB dan mengatakan pihaknya juga mengembangkan persenjataan hipersonik.
Amerika Serikat mendorong Dewan Keamanan PBB untuk menjatuhkan sanksi keras terhadap Korea Utara karena telah melakukan serangkaian uji coba rudal yang bertentangan dengan resolusi PBB. Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, menyampaikan desakan ini kepada PBB pada Rabu (12/01/2022).
“AS mengusulkan sanksi PBB untuk Korea Utara setelah negara ini meluncurkan enam rudal balistik sejak September 2021. Tindakan ini sangat melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB,” kata Thomas-Greenfield di Twitter, setelah Washington memasukkan daftar hitam enam warga Korea Utara, satu warga Rusia, dan satu Perusahaan Rusia dan menuduh mereka membeli barang untuk program rudal dari Rusia dan China.
“Penunjukan hari ini menyampaikan keprihatinan serius kami tentang peluncuran rudal balistik dan kegiatan proliferasi Korea Utara yang berkelanjutan,” tulisnya dalam tweet terpisah. “Kami mendesak semua Negara Anggota @UN untuk sepenuhnya melaksanakan kewajiban mereka di bawah resolusi DK PBB.”
Seorang diplomat AS mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa Washington telah mengusulkan lima dari orang-orang itu juga dikenakan larangan perjalanan PBB dan pembekuan aset. Langkah itu harus disetujui secara konsensus oleh komite sanksi Korea Utara yang beranggotakan 15 orang, termasuk Rusia dan China.
“Kami terus berkoordinasi dengan mitra untuk mempersiapkan tambahan tiga individu dan entitas yang ditunjuk oleh Negara untuk pencalonan PBB,” kata diplomat itu.
Pyongyang pada Selasa melakukan peluncuran rudal keduanya dalam waktu kurang dari seminggu, dengan media pemerintah menerbitkan foto-foto pemimpin Kim Jong Un yang mengawasi uji coba rudal hipersonik.
Senjata semacam itu dinilai berbahaya karena kemampuan manuvernya dan kemampuannya untuk menghindari pertahanan tradisional. Senjata ini juga sedang dikembangkan oleh AS, China, dan Rusia. Korea Utara pertama kali menguji apa yang dikatakan sebagai senjata hipersonik pada September tahun lalu.
PBB pertama kali memberlakukan sanksi terhadap Korea Utara pada tahun 2006 atas program nuklir dan misil balistiknya, dan langkah-langkah tersebut semakin diperketat selama bertahun-tahun untuk menghentikan pendanaan untuk program-program terlarang.
Pembicaraan denuklirisasi telah terhenti sejak pertemuan puncak di Hanoi antara Kim dan Presiden AS saat itu Donald Trump gagal karena tuntutan Pyongyang untuk keringanan sanksi.
Joe Biden, yang menjabat setahun lalu, mengatakan dia bersedia membuka kembali diskusi.
Korea Utara terus mengembangkan program rudal nuklir dan balistiknya selama paruh pertama tahun 2021 yang melanggar sanksi PBB dan meskipun situasi ekonomi negara itu memburuk. Demikian pemantau sanksi PBB melaporkan hal tersebut pada bulan Agustus.